Standar
Moneter
Standar
moneter adalah benda yang ditetapkan sebagai objek pembanding atau nilai dalam
jumlah satuan tertentu dan dalam waktu tertentu sebagai alat kesatuan hitung.
Standar mata uang yang digunakan dapat berupa logam atau kertas.Ada beberapa definisi daripada uang, masing-masing berbeda sesuai dengan tingkat likuiditasnya.Biasanya uang didefinisikan:
Standar mata uang yang digunakan dapat berupa logam atau kertas.Ada beberapa definisi daripada uang, masing-masing berbeda sesuai dengan tingkat likuiditasnya.Biasanya uang didefinisikan:
M1 adalah uang kertas dan logam ditambah simpanan dalam bentuk rekening Koran
(demand deposit).
M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit) pada bank-bank
umum.
M3 adalah M2 + tabungan + deposito berjangka pada lembaga-lembaga tabungan
nonbank.
M1 adalah yang paling likuid, sebab proses menjadikannya uang kas sangat cepat
dan tanpa adanya kerugian nilai (artinya satu rupiah menjadi juga satu rupiah).
Sedangkan M2 karena mencakup deposito
berjangka maka likuiditasnya lebih rendah. Untuk menjadikannya uang kas,
deposito berjangka perlu waktu (3,6 atau 12 bulan). Dan apabila dijadikan uang
kas sebelum jagka waktu tersebut kena penalty/denda (jadi tidak satu rupiah
menjadi satu rupiah, tetapi lebih kecil karena denda tersebut).
NILAI DARI UANG
Nilai
dari uang diukur dengan kemampuannya untuk dapat membeli (ditukarkan engan)
barang dan jasa (internal value) serta valuta asing (external value). Dengan
demikian besarnya nilai uang ditentukan oleh harga barang dan jasa. Apabila
harga barang ini naik (turun) maka nilai uang akan turun (naik).Biasanya ada
tiga metode untuk mengukur nilai uang, yakni dengan menggunakan: indeks biaya
hidup, indeks harga barang-barang perdagangan besar atau apa yang disebut
dengan GNP deflator.Indeks biaya hidup umumnya banyak dipakai sebagai ukuran
nilai uang. Indeks ini mencakup harga beberapa barang kebutuhan hidup. Di
Indonesia kita kenal indeks harga 9 (Sembilan) bahan pokok, indeks harga 62
macam barang dan sebagainya. Sedangkan indeks harga perdagangan besar merupakan
indeks harga barang-barang yang dipakai oleh perusahaan untuk menghasilkan
barng lain. GNP deflator mencakup harga-harga barang yang lebih luas/banyak
dibanding dengan indeks biaya hidup maupun indeks harga perdagangan besar. Cara
menghitungnya dengan membagi GNP nominal dengan GNP riil pada harga konstan.
KLASIFIKASI UANG
Uang dapat diklasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda-beda, seperti
misalnya :
1.) Sifat fisik dan bahan yang dipakai untuk membuat uang
2.) Yang mengeluarkan/mengedarkan, yakni pemerintah, bank sentral, atau bank komersial
3.) Hubungan antara nilai uang sebagai uang dengan nilai uang sebagai barang
1.) Sifat fisik dan bahan yang dipakai untuk membuat uang
2.) Yang mengeluarkan/mengedarkan, yakni pemerintah, bank sentral, atau bank komersial
3.) Hubungan antara nilai uang sebagai uang dengan nilai uang sebagai barang
Tipe uang atas dasar klasifikasi ini :
1.) Full bodied money
2.) Representative full bodied money
3.) Credit money
1.) Full bodied money
2.) Representative full bodied money
3.) Credit money
Credit money ini dapat berbentuk :
Yang dikeluarkan oleh Pemerintah :
1. Token Coins (Uang Tanda)
2. Representative Token Money
3. Uang Kertas yang dikeluarkan oleh Pemerintah
1. Token Coins (Uang Tanda)
2. Representative Token Money
3. Uang Kertas yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Yang dikeluarkan oleh Bank :
1. Uang Kertas yang dikeluarkan oleh Bank Sentral
2. Demand Deposit (Uang Giral)
1. Uang Kertas yang dikeluarkan oleh Bank Sentral
2. Demand Deposit (Uang Giral)
- Diterima secara umum (acceptability)
- Memiliki nilai yang cenderung stabil (stability of value)
- Ringan dan mudah dibawa (portability)
- Tahan lama (durability)
- Kualitasnya cenderung sama (uniformity)
- Jumlahnya terbatas dan tidak mudah dipalsukan (scarcity)
- Mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility)
STANDAR MONETER
a.)Standar Kembar (Bimetallism)
Standar
kembar terjadi apabila Pemerintah menggunakan emas dan perak sebagai dasar
nilai mata uangnya. Namun, standar kembar ini sering menimbulkan masalah.
Seperti yang dikemukakan oleh Sir Thomas Gresham tahun 1558 bahwa bad money
drives out good money yang kemudian dikenal dengan hukum Gresham. Maksud hukum
ini adalah bahwa dalam system standar kembar, emas dan perak mempunyai
perbandingan nilai tukar baik sebagai uang maupun sebagai barang (logam).
Apabila
kedua perbandingan (ratio) ini tidak sama maka akan terjadi
pertukaran/peleburan, yakni dari logam yang dinilai terlalu rendah
(undervalued) menjadi logam yang dinilai terlalu tinggi (overvalued). Karena
masalah inilah maka banyak Negara di dunia (terutama pada akhir abad kesembilan
belas) menggunakan standar tunggal, biasanya standar emas.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa suatu Negara memakai system standar emas apabila
nilai mata uangnya, dikaitkan/didasarkan atas nilai seberat emas tertentu. Masyarakat
bebas untuk melebur mata uang emas atau membuat emas batangan menjadi mata uang
kertas serta menukarkan mata uangnya (yang bukan emas) dengan emas atau
sebaliknya dengan perbandingan yang telah ditentukan oleh Bank Sentral. Namun
kejelekkannya, apabila suatu Negara mengalami deficit dalam neraca
pembayaraanya akan terjadi aliran emas ke luar (untuk membayar defisit
tersebut). Akibatnya cadangan emas mengecil.
Jika defisit itu terjadi terus
menerus (dari tahun ke tahun) negara tersebut akan kehabisan cadangan emasnya.
Dalam keadaan demikian, Negara tersebut dapat mengatasinya dengan kebijaksanaan
deflasi. Kebijaksaan ini akan menurunkan harga, employment serta pendapatan.
Akibatnya, harga barang dalam negeri relatif lebih murah dibandingkan dengan luar
negeri. Ekspor cenderung naik dan impor turun (dikarenakan pendapatan/tenaga
beli turun). Defisit neraca pembayaran akhirnya dapat hilang.
Tetapi
masalahnya dengan adanya deflasi didalam negeri dapat menyebabkan/menimbulkan
masalah lain seperti misalnya : sosial, pengangguran, produksi turun serta
banyak perusahaan (terutama perusahaan kecil) bangkrut. Dengan terjadinya
depresi tahun 1930-an yang berjalan cukup lama, maka system standar emas (yang
murni) telah banyak ditinggalkan meskipun masih ada beberapa Negara yang
mempertahankannya sampai awal tahun 1970-an.
c.)Fiat Standar
c.)Fiat Standar
Fiat Standar adalah system moneter di mana nilai atau daya beli uang tersebut tidak dijamin dan dan tidak perlu dijamin dengan seberat logam tertentu. Masalah pokok yang timbul dari standar barang (emas dan atau perak) adalah kurang praktis apabila transaksi yang dilakukan dalam jumlah besar. Atas dasar alasan ini, kemudian beredar surat emas / perak sebagai pengganti emas / perak yang disimpan. Surat emas / perak ini semula dijamin 100% dengan emas / perak yang tersimpan kemudian berangsur-angsur jaminan ini makin berkurang. Semula memang pengeluaran surat emas ini sebagai bukti atas pemilikan emas yang tersimpan, di mana setiap saat si pemilik dapat mengambil emas tersebut.
d.) Uang Giral (Deposit Money)
Deposito di Bank yang dapat setiap saat ditarik (dengan cek) dapat dikategorikan sebagai uang. Karena pertama, deposito ini dapat digunakan sebagaialat pembayaran. Kedua, deposito ini dapat dipakai sebagai alat penumpuk kekayaan. Ketiga, deposito dapat dipakai sebagai alat pembayaran tertunda (deferred payment). Karena deposito dapat memenuhi fungsi-fungsi uang, maka dapat dikategorikan sebagai uang. Dan bahkan makin maju suatu perekonomian jenis uang giral ini proporsinya terhadap jumlah total uang beredar makin besar.
e.) Uang Kuasi
Uang Kuasi terdiri atas deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik. Apabila kriteria uang didasarkan pada fungsinya, maka sebenarnya tabungan ini tidak masuk dalam pengertian uang. Namun, ada yang berpendapat bahwa seorang itu dapat mewujudkan kekayaannya dalam berbagai bentuk seperti : tanah, rumah, uang, perhiasan dan bahkan berbentuk tabungan. Maka memasukkan tabungan ke dalam pengertian uang dapat dimengerti. Argumentasi lain untuk memasukkan tabungan kedalam pengertian uang dengan melihat apakah ada kemungkinan saling mengganti (substitutability) antara tabungan dengan uang giral (demand deposit). Apabila ada maka tabungan dapat dimasukkan ke dalam pengertian uang.
Kelebihan dan kekurangan
dari sistem standar moneter
1. Sistem standar tunggal
Kelebihan
|
kekurangan
|
- memiliki nilai penuh (full
bodied money)
|
- sangat tergantung pada
satu jenis logam
saja |
- adanya kebebasan untuk
membuat dan
melebur uang |
- logam emas/perak
jumlahnya terbatas
|
- tiap orang boleh
menimbun emas/perak
|
- kesulitan dalam
menentukan jumlah
uang yang beredar secara pasti |
- uang yang beredar dapat
langsung ditukar
dengan emas yang dipakai sebagai jaminannya |
- di setiap daerah
memiliki kadar
emas/perak berbeda sehingga perlu disesuaikan |
2. Sistem standar kembar
Kelebihan
|
Kekurangan
|
- ada dua logam
yang dipergunakan sebagai
standar keuangan negara |
- menghilangkan
kepercayaan masyarakat terhadap
uang |
- uang yang beredar dan
bisa bergantian dan
diatur undang-undang |
- berlakunya hukum
Gresham, uang logam yang
bermutu rendah ada di peredaran akan terdesak dengan uang logam yang bermutu tinggi |
- nilai uang tidak
ditentukan oleh undang-
undang, tetapi ditentukan oleh nilai yang ada di pasar |
- uang logam yang
bernilai tinggi susah diperoleh di
peredaran |
- tiap orang dapat
membuat dan melebur uang
|
- bila berlaku standar
kembar alternatif, hanya salah
satu standar logam yang berlaku |
3. Sistem standar kertas
Kelebihan
|
Kekurangan
|
- kepercayaan kepada
pemerintah sangat
besar |
- adanya kemudahan untuk
pemalsuan
|
- uang
dipertanggungjawabkan oleh
pemerintah melalui bank peredaran |
- uang yang beredar tidak
dapat ditukar dengan
jaminan yang disimpan di bank peredaran |
- uang yang beredar dapat
dihitung secara
kuantitatif dan kualitatif |
- nilai uang selalu
berubah-ubah
|
- penghematan terhadap logam
mulia
|
- dari kualitas bahan,
cepat rusak/robek ataupun
lusuh |
- biaya pembuatannya
lebih murah dan lebih
elastis dalam persediaan. |
- menuntut pemerintah
selalu mengontrol stabilitas
keuangan |
- Diterima secara umum (acceptability)
- Memiliki nilai yang cenderung stabil (stability of value)
- Ringan dan mudah dibawa (portability)
CONTOH KASUS :
Emas tidak lagi dicetak sebagai uang, tetapi emas hanyalah back-up atas uang kertas yang diedarkan. Dengan rasio cetak uang tertentu, suatu perekonomian bisa mencetak uang kertas, tergantung berapa banyak cadangan emas yang dimilikinya. Katakan di Indonesia, rasio cetak uang (RCU) ditetapkan setiap 10,000 rupiah yang diedarkan diback-up dengan 1 gr emas, dan di Amerika setiap 1 dollar yang beredar di back-up dengan 1 gr emas. Jika pemerintah Indonesia mempunyai 10 kg emas, maka uang beredar di Indonesia adalah 10.000 (Rp/gr) x 10.000 (gr)= 100.000.000 (Rp). Sementara misalnya Amerika mempunyai 20.000 kg emas, maka jumlah uang beredar di Amerika adalah 1 ($/gr) x 20.000.000 (gr) = 20.000.000 ($). Perbedaan mata uang antar negara tidak menjadi persoalan, karena emas menjembataninya. Kurs antar mata uang, dinilai dengan kandungan emas relatif antar dua mata uang. Dalam contoh hipotetik di atas, 1 dollar sama dengan Rp 10.000. Sampai di sini, meskipun emas masih menjadi menjadi standar pembayaran, kadar keterlibatan emas sebagai alat pembayaran mulai berkurang, karena uang sudah sudah berbentuk kertas dan logam lain. Emas hanyalah back-up atas uang kertas dan logam yang beredar. Perang dunia I, tercatat sebagai episode penting sejarah evolusi uang. Semua negara yang terlibat perang, menaikan alokasi anggaran untuk angkatan bersenjata dengan mencetak uang baru. Dalam standar emas, mencetak uang baru harus di back-up dengan cadangan emas yang dimiliki. Sementara cadangan emas relatif tetap. Oleh karena yang dilakukan adalah dengan menurunkan rasio cetak uang. Pada RCU 1 gr = Rp.10.000, dengan emas 10 kg, uang yang bisa dicetak sama dengan Rp. 100.000.000. Jika RCU diturunkan menjadi 10.000 sama dengan 0,5 gr, maka dengan emas yang tetap (10 kg) uang yang bisa dicetak naik menjadi Rp. 200.000.000, meskipun cadangan emas tidak berubah. Dalam hal ini, jika RCU Amerika tetap, maka nilai tukar Rupiah terhadap Dollar turun separohnya (kurs Dollar naik dua kali lipat), menjadi Rp. 20,000/$. Dengan kata lain menurunkan RCU (menaikkan jumlah uang beredar) berimplikasi pada devaluasi mata uang domestik. Dalam situasi perang, semua negara saling men-devaluasi mata uangnya untuk mencetak uang baru
Emas tidak lagi dicetak sebagai uang, tetapi emas hanyalah back-up atas uang kertas yang diedarkan. Dengan rasio cetak uang tertentu, suatu perekonomian bisa mencetak uang kertas, tergantung berapa banyak cadangan emas yang dimilikinya. Katakan di Indonesia, rasio cetak uang (RCU) ditetapkan setiap 10,000 rupiah yang diedarkan diback-up dengan 1 gr emas, dan di Amerika setiap 1 dollar yang beredar di back-up dengan 1 gr emas. Jika pemerintah Indonesia mempunyai 10 kg emas, maka uang beredar di Indonesia adalah 10.000 (Rp/gr) x 10.000 (gr)= 100.000.000 (Rp). Sementara misalnya Amerika mempunyai 20.000 kg emas, maka jumlah uang beredar di Amerika adalah 1 ($/gr) x 20.000.000 (gr) = 20.000.000 ($). Perbedaan mata uang antar negara tidak menjadi persoalan, karena emas menjembataninya. Kurs antar mata uang, dinilai dengan kandungan emas relatif antar dua mata uang. Dalam contoh hipotetik di atas, 1 dollar sama dengan Rp 10.000. Sampai di sini, meskipun emas masih menjadi menjadi standar pembayaran, kadar keterlibatan emas sebagai alat pembayaran mulai berkurang, karena uang sudah sudah berbentuk kertas dan logam lain. Emas hanyalah back-up atas uang kertas dan logam yang beredar. Perang dunia I, tercatat sebagai episode penting sejarah evolusi uang. Semua negara yang terlibat perang, menaikan alokasi anggaran untuk angkatan bersenjata dengan mencetak uang baru. Dalam standar emas, mencetak uang baru harus di back-up dengan cadangan emas yang dimiliki. Sementara cadangan emas relatif tetap. Oleh karena yang dilakukan adalah dengan menurunkan rasio cetak uang. Pada RCU 1 gr = Rp.10.000, dengan emas 10 kg, uang yang bisa dicetak sama dengan Rp. 100.000.000. Jika RCU diturunkan menjadi 10.000 sama dengan 0,5 gr, maka dengan emas yang tetap (10 kg) uang yang bisa dicetak naik menjadi Rp. 200.000.000, meskipun cadangan emas tidak berubah. Dalam hal ini, jika RCU Amerika tetap, maka nilai tukar Rupiah terhadap Dollar turun separohnya (kurs Dollar naik dua kali lipat), menjadi Rp. 20,000/$. Dengan kata lain menurunkan RCU (menaikkan jumlah uang beredar) berimplikasi pada devaluasi mata uang domestik. Dalam situasi perang, semua negara saling men-devaluasi mata uangnya untuk mencetak uang baru
SUMBER :
http://ekonomimoneteryogakusuma.blogspot.com/2011/03/uang-dan-standar-moneter.html
http://thaabubble.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-uang-dan-standar-moneter.html
http://thaabubble.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-uang-dan-standar-moneter.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar